August 25, 2011

Oke! Berikut ini akan aku ungkap fakta-fakta keren dan menakjubkan tentang aku.
Eitts.. Gag boleh marah, aku kan udah bilang kalo blogku itu nggilani dan tentunya all about me!
Fakta#1
aku bisa tidur dimana saja dan kapan saja.
(tidur sambil duduk itu yang paling aku sering lakuin, baik di kampus, kursi, lantai, pokoknya anywhere)
fakta#2
aku pelupa tingkat sedang.
Fakta#3
aku sering nge-tweet pas di kamar mandi. Spesifiknya sambil pup.
Fakta#4
aku punya hobi ngomong sendiri.
Fakta#5
mataku minus tapi yang kanan doang. (tapi parah banget ... Saya malu menyebutnya)
fakta#6
aku sering manggil temenku dengan nama buatan sendiri.
Fakta#selanjutnya
males nomeri. Aku ngasih nama kontak hape keluargaku dari nama tumbuhan
(misal
mamski : oryza sativa
sania : ocinum basillium
papski: rubus fruticocus)
fakta#lain
aku pelahap komik dan novel.. Rata-rata sehari bisa 3biji.
Fakta#lain
aku percaya tentang adanya alien. Karena aku salah satu pengguna bahasa alien.
Fakta#lain
koleksi buku pertamaku adalah "buku lagu wajib nasional dan daerah".
Fakta#lainnya akan kulanjutkan lain kali.

August 17, 2011

Kau tahu itu

Bukankah kau tahu bagaimana aku memilih jalan hidupku?
Tidakkah kau tahu aku lebih memilih kebebasan tak berujung?
Aku penyuka rindu dan sepi
aku akan lebih memilih itu ketimbang lain
kau tahu itu
tapi kau tak percaya itu
buka mata hati dan telinga

aku memang semacam rumah
datanglah saat kau berduka
Dan pergilah kala kau suka
kapanpun..

July 18, 2011

Halooo desy pratika...
Lama kita tak bersua. Udah kangen ama kamu nih, jadi mau posting ceritaku kemaren.
Siap-siap bawa guling! Bawa bantal! Emang lo kira nina bobo!!
Waktu liburan minggu tenang sebelum ujian, aku harus di rumah dan melakukan kewajiban menyebalkan yaitu >> kondangan. Kalo makanannye gue mau , hehhee,, tapi dandannyee? Ogah!
Dengan sekuat tenaga mamski memaksaku dandan meski ala kadarnya.. (jilbab ribetlah, baju juga ribet, bedak, sapu, oncom, tahu, teteep endingnya makanan). Akhirnya sepulang kondangan, kami terlibat percakapan yg serius.
M : kenapa sih kamu uda gede gag mau dandan?
D : abiss, dandannya bukan gayaku!
M : emang gayamu apa?
D : harusnya tadi itu pake kaos terus jeans terus pake cincin tengkorak ama sepatu docmart... Itu baru aku banged!
M : *#=#*!?
D : ibuk seharusnya menuruti keinginan anaknya.. Itu kan demi kebahagiaankuuu
M : kamu itu masih normalkan Des? Apa perlu kamu tak taroh di kost-kostan cowok? Biar kamu jadi normal!?
D : gantian gue yang *#*+=!? Ya normal dong...
M : yang namanya cewek emang gitu, apalagi tambah dewasa.
D : pemikiranku kan uda dewasa!
M : pokoknya jangan bantah! Jangan potong rambut kayak kemaren. Biar ibuk yang bawa kamu ke salon...
D : (dengan beraaaat hati) iyalah, terserah deh!
Ampuun mamski...
Biarkanlah aku beginiiii...

June 24, 2011

cerpen kompas keren

Mimpi untuk Dresden
oleh : Fransiska Dewi Ria Utari

Buku kecil bersampul kertas krep warna ungu pucat. Ada tiga nama tertulis di dalamnya. Urutan pertama yang akan kutemui dalam waktu seperempat jam. Kubuka kembali buku di genggamanku. Ingin kupastikan namanya tak tertukar dengan nama lainnya. Ryan, 27 tahun.
Layar kecil yang menggantung di langit-langit kereta yang kunaiki menunjukkan tujuan stasiun berikutnya. Union Square Garden. Aku sedikit bergegas keluar dari kereta. Udara tak tertahankan dinginnya. Kunaikkan syal putih di leherku. Pipiku mengeras membeku.
Keluar dari stasiun subway, aku segera melintasi taman Union Square dan menuju ke arah 12th Street. Dia menungguku di toko buku Strand. Kami berjanji bertemu di section fotografi. Aku segera naik ke lantai dua. Belum kulihat sesosok manusia pun di sana. Aku memutuskan untuk tetap menunggu di sana, dan membuka sejumlah buku-buku fotografi peperangan. Di sana tampak sejumlah besar foto mayat korban peperangan. Bertumpuk seolah sisa jagalan.
“Indah bukan?” terdengar suara yang berdesis di telingaku. Aku berbalik dan mendapati seorang lelaki bermata hazel. Sewarna dengan rambutnya yang setengah ikal. Syal bercorak garis-garis abu-abu dan hitam tampak melingkar di lehernya.
“Kamu Ryan?” tanyaku merasa yakin ia mengiyakan.
“No… aku Dresden. Ryan tak bisa datang. Ia harus pergi ke Ohio siang ini.”
“Oh.” Segala rencanaku langsung terburai.
“Kamu belum menjawab pertanyaanku,” tanya Dresden mengembalikan perhatianku pada dirinya.
“Tentang apa?”
“Tentang foto-foto yang kamu lihat.”
“Mengerikan. Disturbing.”
“Disturbing itu indah, kan?”
“Dari sudut pandang mana?”
“Kehancuran.”
Dahiku mengerenyit.
“Indah karena dalam keadaan hidup, manusia tidak akan bisa memperlihatkan kepasrahan dan ketelanjangan yang mutlak. Dalam keadaan mati, entah terpaksa atau tidak, manusia memperlihatkan pose-pose yang tidak akan bisa dilakukan kehidupan.”
Aku menggigil. Entah kenapa.
“Aku membuatmu takut?”
“Tidak. Aku hanya merasa kamu berusaha membuatku tertarik dengan perkataanmu. Dan itu sedikit memuakkan.”
“Hmm… aku menghargai kejujuranmu untuk sebuah pertemuan pertama.”
“Yeah… itu aku,” ujarku sambil tersenyum. Aku menjadi merasa sedikit menguasai keadaan.
Kami pindah ke sebuah kedai kopi di dekat situ. Sambil melihat orang-orang yang berjalan melintas bergegas melawan angin dingin, kami terlibat pembicaraan tentang pekerjaannya. Pentato dan pelukis tubuh. Sebuah pekerjaan yang menurutnya paling banyak berhubungan dengan kaum perempuan.
Ia bercerita suatu kali mendapat pengunjung seorang wanita yang hampir berusia 50 tahun. Wanita itu memintanya merajah seluruh tubuhnya hanya karena ingin merasai sakit. Hidupnya sendiri, hanya ditemani satu pot bunga petunia sepanjang 30 tahun hidupnya. Hampa membuatnya tak lagi bisa mendefinisikan rasa perih.
Perbincangan kami sangat menyenangkan. Terutama karena aku tak perlu mengisahkan tentang aku atau tentang dia. Kami mengomentari orang-orang yang lewat di depan kami, hingga mengapa orang-orang New York rata-rata menyebut pekerjaan mereka sebagai seniman. “Sebenarnya itu alasan bahwa mereka itu pengangguran. Tapi tentunya itu tak berlaku untukmu. Aku pernah melihat koreografimu tahun lalu bersama Ryan. Karena itulah ia sangat ingin terlibat dalam produksimu,” katanya sambil menyeruput kopi latte.
Waktu serasa menguap saat bersamanya. Kulirik jam tanganku, dan ternyata sudah pukul 11 malam. Harus kuakhiri pertemuan dengannya sangat mengasyikkan. Ia segera menyadari keinginanku untuk beranjak. Sebelum pergi, ia menanyakan apakah aku akan menitip pesan untuk Ryan.
“Tak perlu. Aku akan mengirimnya e-mail. Mengabarkan tentang audisi yang akan berlangsung minggu depan. Ia bisa langsung datang ke tempat latihan.”
“Ok kalau begitu. Kita masih akan bertemu kan?”
“Tergantung usahamu untuk menemuiku,” kataku sambil memberikan senyum tipisku.
“We’ll see,” bisiknya di telingaku.
Kami bertemu lagi sepekan kemudian. Ia tampak berbeda. Tidak secara fisik. Lebih sebagai ekspresi. Meski ia tersenyum saat melihatku, arah matanya seperti menembus tubuhku. Kubiarkan ia terdiam cukup lama sambil memandangi burung-burung merpati yang berkumpul di dekat kakinya saat kami duduk di sebuah bangku di Central Park.
“Kamu pasti heran kenapa aku seperti ini,” cetus Dresden pelan seolah ia masih berada dalam dimensi waktu yang berbeda dengan tubuhnya yang saat ini duduk di sebelahku. Aku hanya mengangkat bahuku. Karena bagiku, ia toh tak akan peduli dengan reaksiku.
“Aku ingin bisa bermimpi lagi. Ada yang mencuri mimpiku. Aku baru menyadarinya setelah pertemuan kita. Sampai di rumah, aku ingin mengingatmu dalam mimpiku. Tapi aku tahu, aku tidak memiliki mimpi. Terakhir kali aku memilikinya saat aku berusia sepuluh tahun. Setelah itu aku tak pernah bisa bermimpi.”
“Pentingkah mimpimu?”
“Aku tak tahu. Mungkin penting. Untuk saat ini. Karena menurutku, hanya itu satu-satunya cara untuk menyimpan dirimu.” Dia akhirnya mengangkat kepalanya yang dari tadi tertunduk memandang ujung sepatunya yang menyaruk-nyaruk tanah. Kini ia memandangku. Kami saling berpandang. Lama. Aku sendiri tak menghitungnya dalam hitungan detik, menit, atau jam.
Melihat matanya aku merasakan sunyi yang berkabut. Membutakan namun tak menyesakkan. Terasa dingin, namun tak sampai menggigil. Kami mengalihkan pandang saat setitik salju jatuh di pipiku. Tangannya yang tak berkaus, terasa hangat saat mengambil sebutir salju itu. Kami melewatkan hari itu dengan memandang salju yang berjatuhan. Semua putih.
Sesampainya di rumah, aku membuka peralatan audioku. Kusiapkan sekeping CD. Kubongkar semua koleksi lagu-laguku di komputer. Aku klik sepuluh lagu yang kupilih untuk aku simpan dalam CD. Kumulai dengan I Will Follow You in the Dark dari kelompok musik Death Cab for Cutie, Hide and Seek dari Imogen Heap, Maybe Tomorrow dari Stereophonics, The Verve Pipe, beberapa lagu Rufus Wainwright, dan sisanya kucampur Aimee Mann, Cary Brothers, Starsailor.
Malam itu juga kukirim e-mail untuk Dresden. Aku mengajaknya bertemu esok malam. Akan kuberikan CD ini kepadanya. Malam itu dari jendela kamarku, aku melihat bintang melintas. Aku memohon untuk menjadi mimpi bagi Dresden.
Aku terbangun agak siang. Jam 10. Perutku sangat lapar. Kutengok di dapur, hanya ada dua sisir roti tawar. Kuoleskan selai kacang di atasnya. Di lemari es, masih ada satu kotak susu tanpa lemak. Kutuang isinya yang tinggal seperempat ke dalam mangkuk. Kucabik-cabik roti tawar berselai kacang dan kujatuhkan ke genangan susu. Setelah kutenggelamkan semua cabikan roti itu ke dalam susu, kusendok pelan kumasukkan roti tawar yang sudah kuolesi selai kacang ke dalamnya. Aku menyantapnya sampai tandas.
Kubawa tape recorder ke kamar mandi. Kuputar CD yang akan kuberikan kepada Dresden. Sambil mengucurkan air hangat ke dalam bathtub, kulihat tubuh telanjangku di cermin. Noda rokok di perutku belum hilang juga setelah dua hari lalu. Kutepuk-tepuk noda itu. Kubayangkan Dresden menciumku tepat di sana. Air menyentuh telapak kakiku. Aku berpaling dan melihat air di bathtub meluap. Segera kumatikan keran. Kutenggelamkan tubuhku sampai sebatas leher. Sambil terpejam aku mengikuti suara malas Aimee Mann yang menyanyikan Today’s The Day.
Aku memasuki apartemen Dresden pada pukul delapan malam kurang seperempat menit. Ia menyambutku dengan pelukan yang menghangatkanku dari dinginnya malam. “Kamu tampak pucat,” bisiknya di telingaku. Aku mencium pipinya sebagai jawab.
Dresden memasak ayam panggang dengan sayuran rebus dan kentang tumbuk. Kami makan malam sambil membicarakan salah satu tamu yang datang ke tempat kerja Dresden hari ini. Tamu itu mahasiswi yang berulang tahun ke-19 hari ini. Ia menghadiahi dirinya dengan melukis sekujur tubuhnya sehingga ia tak harus berpakaian. Ia ingin memperlihatkannya di depan orangtuanya.
Setelah makan selesai, aku menyerahkan CD yang telah kupersiapkan kemarin malam. Ia segera memutarnya di sebuah tape yang terletak di sudut ruangan. Lagu Ride dari Cary Brothers langsung mengalun.
You are everything I wanted
The scars of all I’ll ever know

Kulihat Dresden berbalik dan memandangku. Ia mendatangiku. Kini ia di hadapanku. Diraihnya kedua tanganku, dan kami berdansa. Aku merasakan hangat napasnya di telingaku. Saat itulah aku yakin akan sesuatu yang paling berharga dalam hidupku. Sebuah akhir yang selama ini tak pernah bisa kuketahui maknanya.
Kutuntun Dresden menuju kamarnya. Kami berdua berjalan menuju kasur beralas seprai berwarna abu-abu. Kubaringkan tubuhnya di sisi kanan. Kemudian aku membaringkan tubuhku di sampingnya. Sambil berpegangan tangan, kami berdua memandang langit-langit. Di balik pintu kamar yang terbuka, Bittersweet Symphony yang dinyanyikan The Verve Pipe terdengar sayup.
“Kemarin sebuah bintang melintas di langit.”
“Jam berapa?”
“Aku tak ingat. Saat itu aku memohon sesuatu. Aku ingin menjadi mimpimu.”
“Untuk itukah kamu datang malam ini?”
“Ya. Apakah kamu keberatan?”
“Tidak. Aku hanya tidak yakin.”
“Tentang apa?”
“Tentang diriku. Aku tidak tahu apa yang kuinginkan.”
“Waktu kecil aku pernah berbisik pada langit malam hari. Suatu hari aku hanya akan hidup untuk menjadi mimpi seseorang. Saat itu semua bunga di taman rumahku langsung mengembang. Mereka terbang menuju bulan.”
“Itu mimpi terakhirku. Aku bermimpi melihat seorang gadis kecil memandang kelopak-kelopak bunga yang berkejaran ke arah bulan. Sejak itu aku tak lagi bermimpi.”
Kami berdua terdiam. Memandang eternit berwarna putih. Kepalaku menoleh ke arahnya. Ternyata Dresden juga menoleh ke arahku. Aku merapatkan tubuhku. Dan kini kami berpelukan. Kutenggelamkan kepalaku di dadanya.
“Masih ingatkah saat kita pertama bertemu di toko buku itu?” bisikku perlahan.
“Ya.”
“Saat itu aku menggigil bukan karena takut terhadapmu. Aku menggigil karena tubuhku merasakan keindahan yang kaukatakan waktu itu. Tujuh tahun lalu, sepupuku meninggal di apartemenku. Ia seperti tertidur di lantai kamar mandiku. Namun bukan itu. Bukan tidur. Aku melihatnya sambil berlutut selama berjam-jam. Hingga darah yang mengalir dari pergelangan tangannya yang diirisnya dengan pisau dapur, mengering di kakiku.”
“Aku juga melihat ayahku tampak tampan saat ia menjatuhkan diri dari lantai dua rumahku. Tubuhnya jatuh berdebam di lantai kolam renang rumahku yang saat itu tengah dikeringkan airnya. Ia tak akan bisa menekuk tangan dan kakinya seperti itu saat ia hidup. Malamnya aku bermimpi tentang gadis kecil dengan kelopak-kelopak bunga terbang menuju bulan.”
Dari luar kamar terdengar Death Cab for Cutie menyanyikan I Will Follow You Into the Dark.
If heaven and hell decide
That they both are satisfied
Illuminate the no’s on their vacancy signs
If there’s no one beside you
When your soul embarks
Then I’ll follow you into the dark
Sambil tetap menyusupkan kepalaku di dadanya, aku berbisik.
“Seumur hidupku, aku ingin terlihat indah. Begitu indah untuk menjadi mimpi abadimu.”
Malam itu aku menjadi mimpi Dresden untuk selamanya.
New York, 2007

March 06, 2011

1-4 fave DESY PRATIKA

10 ter-Favorite ala Desy Pratika (08022011)
Wecome to my life! Dalam hidupku selama 15 tahun ini (dibaca 20 tahun!!) banyak hal beragam. Klise memang, ada hal yang sedih bikin teriris-iris hingga ada hal suka cita membabi buta. Emang babi kudu harus buta? Kenapa gag mengkucing buta atau mengerbau buta?
Oke, itu tadi intermezzo gag jelas, maklum waktu TK saya anak yang kritis dan humoris. Anyway, Tapi untunglah ada juga hal menarik yang sangat aku sukai sebagai pelipur hati lara. Berikut ini saya susunkan secara acak , tidak berdasar pada skala kuantitas, kualitas, intensitas maupun prioritas. Tumben bahasaku intelek banget, udah kayak lawyer selebritis aja lu Des!
Back to topic ! mungkin orang yang baca tulisan ini gag habis pikir kenapaaa kok ada perempuan yang suka dengan ‘something’ list di bawah ini?? Maklumlah,, hal-hal yang saya sukai belum tentu disukai orang awam. Begitu juga sesuatu yang disukai orang, aku gag peduli, yang penting selagi kita gag bersinggungan dan bersitegang aja itu udah baik jek!. Oke, Langsung aja gag usah banyak cincong kayak ‘cong’ , inilah 10 ter-Favorite ala Desy Pratika :
1. Es krim
Eskrim emang lumrah disukai orang, termasuk gue. Paling enggak minimal satu minggu sekali harus ada jamuan es krim untuk tubuhku (gue sebut ini ritual). Es krim disini tidak saya batasi, semua jenis es krim saya terima dengan senang hati! Hahahaha
Pernah suatu malam yang lumayan dingin karena abis hujan, tiba-tiba gue pengiiin banget es krim. Ya udah, ternyata intimidasi dan provokasiku terhadap penghuni “BB kost” berhasil. Yeeeaaay,, I did it!
Walhasil semua jadi beli eskrim, dan makan rame-rame. Aku jadi sedih mengingat hal itu, karena belum tentu mereka semua akan mau aku perdayai lagi biar pada beli es krim. Maksain banget kamu Des! Biarin!
2. Film action
Aku sedari kecil suka banget sama film action dari zamannya Wiro Sableng, Tutur Tinular, Jet Li ,
Jackie Chan, Rambo, Steven Seagal, James Bond, dkk sampai eranya Vino G. Bastian, Brad Pitt, Jake Gyllenhaal, Transformer, XXX, dll aku tetep pengagum tembak-tembakan. Bukannya aku suka kekerasan! Bukan! Aku penyuka cinta damai seperti dengung PBB. Tapi entah kenapa jiwaku itu ngeblend banget dengan adegan berdarah bunuh-bunuhan dan peperangan.
You know what? Saking terobsesinya gue ama dunia pergulatan-persilatan , sewaktu kecil (sekitar umur 10 tahunan) aku berencana membuka padepokan olah kanuragan , anggotanya teman-temanku yang lucu dengan aku sebagai guru besarnya!
3. Kartun
Sampai hari ini, tiap hari minggu adalah agenda wajib dan rutin mantengin TV buat nonton kartun. Pokoknya cartoon still forever!
Oh iya! Saking nge-pensnya ama kartun, dulu tiap aku lomba baca puisi SD aku selalu minta ke nyokap agar rambutku didandanin kayak Sailormoon dan pose “dengan kekuatan bulan akan menghukummu!!” tapi zaman sekarang kartun masa kecilku udah ilang semua, yang ada tinggal beberapa. Ouwch Sailormoon, Dragon Ballz, Ninja Hatori, Conan, Wedding Peach, Sakura, Kobo Chan, Chibi Maruko. Dimana kaliaaan? Anak kecil sekarang lebih keranjingan game online kayaknya Des! Sadaaaar!!!
4. Music
Banyak aliran music yang gue anut, mulai dari jazz, pop, disko, rock, dan ekstrim (aliran music acak adut). Gue gag bisa milih, tapi ada beberapa band dan penyanyi yang sering banget aku dengerin lagunya (ini kata laptopku si “Pahlevi”).
Maliq & D’Essentials, Linkin Park, Lady Gaga, Agnes Monica, Janet Jackson, The Groove, Ecoutez, Enrique Iglesias, Rihanna, Avanged Sevenfold, dan maaf bila ada yang belum disebutin. Kalau mau protes sama Pahlevi aja! Hehe .

belajar pengalaman

Belajar dari Pengalaman
Hari-hari ini aku semakin sering disibukkan dengan kata cerai. Ya! Tetanggaku yang notabene masih saudara jauhku , mereka tiga pasang manusia yang memutuskan berpisah. Dan sialnya, salah dua dari tiga pasang yang kusebutkan ialah ibu dan anak pun ngajuin gugatan cerai secara bersamaan. Gila.! Emang gila! Tapi apa yang diharapkan lagi dari hubungan penuh cek-cok? Yaaah, semoga Tuhanku yang begitu pemaaf mau mengampuni dosa hambanya yang hina ini. (disini aku gag akan ngelucu, jadi jauh dari ngakak dan rock n roll)
Tidak ada pembagian gono-gini pada kasus perceraian kali ini, pembagian anak pun juga tidak ada. Yang ada hanya isak tangis dua anak perempuan kakak beradik yang bersiap meninggalkan rumahnya yang telah dihuni selama hampir tiga puluh tahun , karena mereka tak sudi melihat ayah tiri. Gag kerasa aku juga ikut nangis, mengantar di ambang pintu. Laki bini itu emang EGOIS! Jadi Laki-laki tak tahu diri, jadi perempuan yang salah langkah. Oh kalian adalah sahabatku masa kecil. . . kalian korban guys!!!
Aku langsung bersyukur lega liat diriku, seenggaknya nyokap bokap masih romantic kadang kala. Lagipula, kita sebagai anak gag seharusnya menjadi ganjalan bagi parents kita. Umpama gini, kita belajar DEWASA dech! Kalau nyokap kita gag mau dimadu? Kalian gimana? ;
Kalau nyokap jadi korban KDRT? Kalian gimana? ;
Kalau nyokap kita gag pernah dinafkahi lahir batin? Kalian gimana? ;
Kalau ada orang yang lebih membuat bahagia parents kita gimana? Kalian gimana? ;
Apa kita harus musuhi orang yang telah ngelahirin dan ngegedhein kita?? Haaa? Hanya karena kita maksain ego kita dan mengekang kebahagiaan nyokap bokap kita tercinta. They know who they are, and they know what they want.
Terkadang belajar itu emang sulit. Apalagi belajar menerima kenyataan, pahit banged malah. Tetapi lebih nista lagi kalau kita tidak pernah menjalani problem, dan sekali kena kasus jadi bunuh diri. Gag lucu kaaann? Siapa bilang lucu? Bukan saya bu!
Kayak kemaren malem tuh! Ada orang mau bunuh diri gara-gara depresi berat. Anehnya, dia malem-malem nelponin orang dan bilang kalo dia lagi di kuburan. Dengan berbekal gunting, dia ngancem mau bunuh diri. Untung gag melambaikan tangan ke kamera! Huhh! Malam senin terpaksa jalan-jalan ke kuburan rame-rame.
So cukup sudah!
Be wise guys please…